Definisi
Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.
MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits
Rawi, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
1. As Sab'ah
berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu
Dawud
7. Ibnu Majah
2. As Sittah
berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas
(As Sab'ah) selain Ahmad
3. Al Khomsah
berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas
(As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
4. Al Arba'ah
berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas
(As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
5. Ats Tsalasah
berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas
(As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
6. Asy Syaikhon
berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
7. Al Jama'ah
berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari
tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah
pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir.
Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,
sahabat ataupun tabi'in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun
perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
.
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat
digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih)
menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan
pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga
dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud,
dll.
Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada
permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang
disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.
Klasifikasi
Hadits
Klasifikasi
hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar
hukum) adalah:
1. Hadits
Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan,
sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang
dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan
suatu hadits.
2. Hadits
Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima
sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits
Hasan.
3. Hadits Hasan
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat
ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta
kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya
dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu
penting.
4. Hadits Dhoif
adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits
shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai
perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya
syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak
dipenuhinya.
Syarat-syarat Hadits
Shohih
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila
telah memenuhi 5 Syarat :
· Tidak
bertentangan dengan Qur’an
· Rawinya
bersifat Adil
· Sempurna
ingatan
· Sanadnya
tidak terputus
· Hadits itu
tidak berillat dan
· Hadits itu
tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi
harus memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :
· Selalu
memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
· Menjauhi
dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
· Tidak
melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan
mengakibatkan penyesalan.
· Tidak
mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.
Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan
kecacatan perawinya
· Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang
ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu
disengaja maupun tidak.
· Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
· Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau
jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada
hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu
lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah
sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits Munkar.
· Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik,
namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya.
Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa
sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh
orang-orang yang ahli hadits.
· Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang
bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
· Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits
lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
· Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain
terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan
tidak ada yang dapat ditar- jihkan (dikumpulkan).
· Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi
disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk
tulisannya.
· Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan
titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
· Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat
seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
· Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai
kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi
pentarjihan.
· Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya,
disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang
kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan
gugurnya rawi
· Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau
lebih dari awal sanad.
· Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang
setelah tabi'in.
· Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut
Mudallis.
· Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat,
disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak
berturut-turut.
· Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau
lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it
tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat
matannya
· Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja,
baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung
atau terputus.
· Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari
seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.
Apakah Boleh
Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan
hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits
dhoif itu bukan hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya
diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada
yaitu:
Pendapat Pertama
Melarang secara
mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum,
maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu
Bakar Ibnul 'Araby.
Pendapat Kedua
Membolehkan,
kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab
kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul
a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti
halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan
aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal,
Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang
halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik
rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa
kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk
ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul
amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif,
yaitu:
1. Hadits dhoif
itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang
disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat
dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
2. Dasar amal
yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang
dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
3. Dalam
mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut
benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata
mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau
banyaknya rawi :
[1] Hadits Mutawatir: adalah
suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah
besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat
dusta.
Syarat syarat hadits
mutawatir
1. Pewartaan
yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca
indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran
atau penglihatan mereka sendiri.
2. Jumlah
rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka
bersepakat bohong/dusta.
3. Adanya
keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah
rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh 5
sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in demikian seterusnya, bila
tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah
hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.
Klasifikasi hadits Ahad
1. Hadits
Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta
belum mencapai derajat mutawatir.
2. Hadits Aziz:
adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi, walaupun 2 orang rawi
tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang
meriwa- yatkannya.
3. Hadits
Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam
meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.
Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi
Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah
kepada nabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan
makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau
sendiri.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits
Nabawi
Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri
dengan dibubuhi kalimat-kalimat :
· Qala (
yaqalu ) Allahu
· Fima yarwihi
'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
· Lafadz
lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
· Semua
lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak
demikian.
· Ketentuan
hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti
larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
· Setiap huruf
yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
· Meriwayatkan
Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya,
sedang hadits qudsi tidak demikian.
Bid'ahYang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.
Kewajiban sebagai seorang muslim adalah
mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih
sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.
Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3,
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi
tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga
jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah
bid'ah.
"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah
adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan
setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.
Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat,
naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua
hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah.
Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang
ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan
siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah.
Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman
Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan
pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India,
dst.
Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan
bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak
muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat
sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.
Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits
dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga
macam:
1. Yang wajib
dibenarkan (diterima).
2. Yang wajib
ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang
mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam.
3. Yang wajib
ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang
kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan
boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
(dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara,
diantaranya:
1. Atas
pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari pernah meriwayatkan
dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy
sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku pernah palsukan khutbah Rosululloh
Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa
dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah
Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak
diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi
Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang
hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul
Hatsiits).
2. Dengan
memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat
menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan
memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits
itu.
3. Terdapat
ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an.
Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat
Qur'an.
4. Terdapat
kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun ditinjau
dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya
Hadits-hadits Palsu
· Adanya
kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam. Misalnya dari kaum
Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk tujuan meng- hancurkan
Islam (seperti Snouck Hurgronje).
· Untuk
menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari golongan
Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq,
orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita,
dan lain-lain. Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau
mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan
yang mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang
yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
· Untuk
mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya
dengan tujuan mencari kedudukan.
· Untuk
mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits
Palsu).
· Untuk
menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng
dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.
Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
· Secara
Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang
sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
· Bagi mereka
yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini
adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya)
maka tidak ada dosa atasnya.
· Mereka yang
tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna
hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi
sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau
amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau
tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka
hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan
Maudhlu - Muhammad Nashruddin Al-Albany; Kitab Hadits Maudhlu - Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah; Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy;
Kitab Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin
Al-Albany); Kitab Mushtholahul Hadits - A. Hassan)
Sumber:
- Soal Jawab
A. Hassan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar