Hari ini tanggal 14 februari 2014
peristiwa bersejarah atau bukan namun bagu ku ini adalah peristiwa yang sangat luar biasa dimana hujan abu yang sangat pekat dan memenuhi seluruh kawasan daeraku tinggal.. tebal abu mencapai satu cm lebih..
hujan abu ini di karenakan gunung kelut yang sekitar jam 02.00 mengeluarkan apa yang ada di isi perutnya.. tak tanggung tanggu peristiwa ini menggemparkan semua orang karena seluruh aktifitas terganngu karena hujan abu ang ditimbulkan .. di kawasan daerah Magetan Aktifitas sekolah diliburkan, banyak tanaman yang akhirnya gagal panen,,
bahkan di tepat ku bekerja pun terasa sepi karena secara mendadak diliburkan karena dengan kondisi seperti ini....
ini adalah bencana alam ketika dalam tradisi agama Nasrani merupakan hari kasih sayang... berarti kita dituntuk untuk menyatakan (mempraktikkan )rasa kasih sayang kita kepada para korban bencana meletusnya gunung kelud..
Semoga di dengan peristiwa yang terjadi di hari ini kita semua bisa lebih memahami.. akan kondisi alam,, akan kondisi kemanusiaan,..
dan untuk para korban letusan gunung kelud semoga segera teratasi dalam segala kondisi dan segera seperti sedia kala..
REALITAS DAN PANCAINDRA ANDA
Pernahkah Anda berpikir apakah orang lain mengalami perasaan
melihat, mencium atau menyentuh sebagaimana Anda? Mungkin pernah, namun Anda
tidak dapat menyimpulkan secara pasti karena mustahil bagi Anda untuk mengetahui
dunia pancaindra orang lain. Jika demikian, perkembangan ilmiah terakhir
mengenai masalah ini akan memberikan tambahan informasi penting terhadap
perkiraan semacam itu.
Sebuah pertanyaan yang ada sejak dulu: “apa perbedaan antara apa
yang saya tangkap dan yang Anda tangkap tatkala merasakan dunia ini?” Kita semua
sepakat bahwa ketika kita melihat sekuntum mawar merah maka mawar itu bukanlah
biru atau hijau, tetapi merah sebagaimana yang saya dan Anda sama-sama
saksikan?” Atau bagaimanakah Anda mencium aroma yang sampai ke hidung saya?”
Sifat asli dari pengalaman-pengalaman yang dihasilkan melalui
pancaindra kita tidak memungkinkan kita memberikan jawaban pasti atas
pertanyaan-pertanyaan ini. Meskipun begitu, para ahli dalam bidang tersebut
berpendapat bahwa hasil-hasil yang mereka peroleh dari pelbagai percobaan mereka
sudah cukup untuk dapat menjawab pertanyaan “Apakah dunia yang kita rasakan
berbeda?” dengan jawaban "ya".
Ada sejumlah perbedaan besar di antara pengalaman-pengamalan yang dihasilkan
pancaindra masing-masing dari kita. “Tidak ada dua orang yang hidup di
dalam dunia pancaindra yang sama,” menurut ahli saraf Paul Breslin dari
Monell Chemical Senses Center [Pusat Indra Kimiawi, Monell] di
Philadelphia. “Dunia yang Anda lihat, makanan yang Anda rasakan, aroma yang Anda
cium – semuanya dirasakan dengan cara khas Anda sendiri,”, jelasnya.
Apabila Anda bertanya kepada berlainan orang yang mencicipi sebuah minuman
yang berasa tidak enak apakah mereka menyukainya atau tidak maka Anda akan
menerima jawaban yang berbeda. Kebanyakan akan mengatakan mereka tidak suka.
Tetapi tidak semuanya. Akan ada sebagian yang mengatakan mereka tidak merasakan
sesuatu yang aneh di dalamnya, dan bahkan beberapa mengatakan mereka menikmati
minuman tersebut.
Para ahli pun telah mengamati keberagaman semacam ini pada berbagai percobaan
terhadap indra lainnya. Terdapat sejumlah perbedaan penting pada tiap orang pada
pengenalan tentang cahaya dan warna.“ Stephen Tsang dari Universitas Columbia di
New York mengatakan, “Tanggapan kita terhadap cahaya beragam mulai dari mereka
yang mampu mengenali satu foton tunggal sampai mereka yang memiliki penyakit
yang dikenal sebagai rabun ayam, yang sangat mengganggu kemampuan mereka melihat
dalam cahaya redup.”
Samir Deeb, seorang peneliti tentang perbedaan-perbedaan dalam pengindraan
warna di Universitas Washington, Seattle, menyimpulkan penemuannya dalam
pernyataan berikut, “Bahkan antar-individu yang memiliki penglihatan normal, uji
terhadap persepsi warna memperlihatkan rentang perbedaan yang besar dalam hal
bagaimana warna-warna terlihat.”
Subyek [yakni sejumlah orang yang diuji
dalam penelitian ini] juga berbeda dalam hal tanggapan mereka dalam tes yang
dirancang untuk mengukur ketahanan terhadap rasa sakit. Satu kelompok yang
disentuhkan dengan air yang secara perlahan dipanaskan tidak tahan terhadap
peningkatan suhu yang sangat kecil sekalipun, sementara kelompok lainnya
terlihat sangat sedikit terpengaruhi. Satu orang bahkan berkata bahwa dia tidak
merasa terganggu bahkan ketika suhu mencapai 49 derajat Celcius, batas tertinggi
yang dapat diterima kulit manusia tanpa melepuh. Bob Coghill, dari Wake
Forest Medical School [Sekolah Kedokteran Walke Forest], yang melakukan
sejumlah percobaan tersebut, menyambungkan orang-orang yang menjadi subyek
penelitian tersebut pada sebuah magnetic resonance imaging device [alat
pencitra resonansi magnetis] dan menentukan sebuah hubungan yang jelas antara
tingkat rasa sakit yang dialami dan jumlah aktifitas otak yang terjadi bersamaan
di dalam cerebral cortex. “Persepsi terhadap rasa sakit memiliki
keberagam yang sangat besar,” kata Jeffrey Mogil dari Universitas McGill di
Montreal, “dan percobaan-percobaan ini menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan itu
adalah nyata dan apa adanya.”
Dengan demikian terdapat keragaman individu yang besar
setidaknya pada keempat
pancaindra. Ini berarti organ penerima
penglihatan, penciuman,
pengecapan dan rasa-sakit Anda benar-benar berbeda dengan yang dimiliki orang lain. Paul Breslin menegaskan tabiat mendasar dari penemuan-penemuan ini: “Jika Anda menganggap
bahwa hampir setiap hal yang kita kenali sejak lahir bergantung pada sistem indrawi
kita, maka perbedan-perbedaan indrawi
individu kitalah yang jauh lebih menarik.” Dengan kata lain,
“hidup kita keseluruhannya merupakan
hasil persepsi (pengindraan) kita.” Ini berarti seseorang berhadapan dengan kebenaran hidup yang terpenting.
Akan tetapi bagaimana seluk beluk yang
sedemikian luar biasa rumit, saling terkait dan rinci dari kehidupan dapat tetap
berlangsung dengan cara yang sedemikian nyata dan tanpa terputus di dalam sebuah
dunia yang di dalamnya materi hanya ada sebagai sebuah persepsi (hasil
pengindraan)? Milik siapakah seluruh informasi ini, dan siapakah Pencipta dari
semua peristiwa dan Penguasa segala sesuatu?
Siapa pun yang dengan tulus memikirkan
pertanyaan-pertanyaan ini akan pasti melihat kebenaran. Allah telah menciptakan
manusia beserta seluruh kemampuan indrawi (persepsi) mereka, dengan kata lain
takdir mereka, dan Allah adalah Penguasa kehidupan mereka di setiap waktu. Dia
mengetahui apa yang terjadi setiap saat.
"Sesungguhnya
telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur).
Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan
mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka.
Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata
hati." (QS. Al Qur'an, 3:13)
Pengungkapan bahwa satu
orang digambarkan sedang terlihat sebagai dua orang "dengan mata kepala mereka
sendiri“ sangatlah jelas, dan mengesankan bahwa para pengingkar Allah mungkin
telah mengalami perbedaan pengindraan dengan melihat satu orang yang beriman
berjumlah dua. (Wallaahu a'lam) Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa
perbedaan-perbedaan indrawi telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah dengan
pengetahuan yang tidak mampu kita pahami.
ADA DARI TIADA
"Pertanyaan tentang bagaimana alam
semesta berasal, ke mana bergeraknya, dan bagaimana hukum-hukum
mempertahankan keteraturan dan keseimbangan selalu menjadi topik yang menarik.
Para ilmuwan dan pakar membahas subyek ini dengan tiada henti dan telah menghasilkan
beberapa teori.
Teori yang berlaku sampai awal abad
ke-20 ialah bahwa alam semesta mempunyai ukuran yang tidak terbatas, ada tanpa
awal, dan bahwa terus ada untuk selama-lamanya. Menurut pandangan ini, yang
disebut ‘model alam semesta statis’, alam semesta tidak mempunyai awal ataupun
akhir.
Dengan mengacu filsafat
materialis, pandangan ini menolak adanya Pencipta seraya masih
berpendapat bahwa alam semesta merupakan sekumpulan zat yang konstan, stabil,
dan tidak berubah.
Materialisme ialah sistem pemikiran
yang menganggap bahwa zat itu merupakan suatu makhluk yang mutlak dan menolak
segala keberadaan kecuali keberadaan zat. Dengan berakar pada filsafat
Yunani Kuno dan semakin diterimanya materialisme ini di abad ke-19, sistem
pemikiran ini menjadi terkenal dalam bentuk materialisme dialektis Karl Marx.
Seperti yang telah kita nyatakan
tadi, model alam semesta abad ke-19 menyiapkan landasan bagi filsafat
materialis. George Politzer, dalam bukunya yang berjudul Principes
Fondamentaux de Philosophie, menyatakan berdasarkan model alam semesta
statis bahwa "alam semesta bukan merupakan obyek yang diciptakan",
dan katanya lagi:
Kalau begitu, alam semesta pasti
diciptakan sekaligus oleh Tuhan dan dijadikan dari ketiadaan. Untuk
menghasilkan ciptaan, maka di tempat pertama, Penciptanya harus menghasilkan
keberadaan tersebut pada waktu alam semesta tidak ada, dan bahwa segala sesuatu
muncul dari ketiadaan. Inilah yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu
pengetahuan.1
Ketika Politzer menyatakan bahwa
alam semesta tidak terbuat dari sesuatu yang tidak ada, ia berpijak pada model
alam semesta statis abad 19 tersebut, dan mengira bahwa ia berpandangan ilmiah.
Namun begitu, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi memutarbalikkan
konsep-konsep lama seperti model alam semesta statis yang menjadi dasar bagi
ilmuwan yang menganut materialisme. Kini, di awal abad ke-21, dengan
eksperimen, observasi dan perhitungan, fisika modern telah membuktikan bahwa
alam semesta memiliki suatu awal dan diciptakan dari ketiadaan melalui ledakan
dahsyat.
Bahwa alam semesta
memiliki suatu awal berarti kosmos bukan dihasilkan
dari sesuatu yang tidak ada, melainkan diciptakan. Jika ciptaan itu ada (yang
sebelumnya tidak ada), maka tentu saja ada Pencipta alam semesta. Ada dari
tiada ialah sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh benak manusia. (Manusia
tidak dapat memahaminya karena tidak berkesempatan untuk mengalaminya). Karena
itu, ada dari tiada itu sama sekali bukan pengumpulan obyek-obyek untuk
membentuk obyek baru sekaligus (seperti karya seni atau penemuan teknologi).
Alam semesta sendiri merupakan ayat Allah yang menciptakan segalanya
sekali-jadi dan dalam satu peristiwa saja dengan sempurna, karena benda-benda
yang diciptakan itu sebelumnya tidak bercontoh dan bahkan tidak ada waktu dan
ruang untuk menciptakannya.
Munculnya alam semesta dari tiada
menjadi ada tersebut merupakan bukti terbesar diciptakannya alam semesta.
Mempelajari fakta ini akan mengubah banyak hal. Ini membantu manusia memahami
arti kehidupan dan memperbaiki sikap dan tujuannya. Karena itu, banyak kalangan
ilmuwan berupaya mengabaikan fakta penciptaan yang tidak dapat mereka pahami
sepenuhnya, meskipun buktinya jelas bagi mereka. Kenyataan bahwa semua bukti
ilmiah mengarah pada keberadaan Pencipta telah memaksa mereka untuk mencari
alternatif-alternatif yang bagi alam pikiran orang awam membingungkan. Meskipun
demikian, bukti ilmu pengetahuan sendiri jelas-jelas mengakhiri perjalanan
teori-teori ini.
Kini, mari kita pelajari sekilas
proses perkembangan ilmiah terjadinya alam semesta.
Langganan:
Postingan (Atom)